Kesejahteraan guru sepertinya menjadi topik hangat untuk dijadikan bahan bualan para politikus yang ingin menjabat. Baik untuk menjadi anggota dewan, bupati/walikota, gubernur, hingga presiden.
Presiden Jokowi dalam sebuah kampanyenya saat menghadiri Rakernas & Mukernas Muslimat NU di Pondok Gede, Jakarta Timur mengungkapkan akan menaikkan sertifikasi guru dan mensejahterakan guru.
Sementara di Cilegon, Banten. Walikota Cilegon, Iman Ariyadi di tagih janjinya oleh guru honorer karena janji akan mengeluarkan SK Walikota untuk guru honorer (4/9). dan di acara siaran langsung di Mandiri FM Cilegon. Walikota Cilegon mengeluarkan sebuah janji baru yakni guru ngaji dan guru madrasah akan mendapat honor yang layak (7/10).
Dalam sebuah acara puncak peringatan Hari Guru Nasional 2014 di Istora Senayan. Jusuf Kalla mengeluarkan statementnya terkait kesejahteraan guru. "Kesejahteraan guru penting ditingkatkan. Tetapi, kesejahteraan tidak lepas dari mutu. Kalau sejahtera naik, harus mutu naik," Ungkap JK, Kamis (27/11).
Sepertinya para politikus sangat asyik untuk membuali guru dengan janji mensejaterakan guru, Para politikus sepertinya lupa bahwa guru telah berjasa kepada mereka, meskipun guru tidak mengajarkan ilmu bohong dan ilmu bual kepada para politikus.
Guru yang sudah teramat lemah, semakin diinjak dan diperalat hanya sekedar agar suara pemilihan untuk para politikus melonjak, dan selanjutnya dilupakan. Dan dikemudian hari disaat membutuhkan suara, para politikus kembali mengumbar janji-janji manisnya di depan guru.
Untuk itu, marilah semua guru (PNS/Non PNS) bersatu jangan mudah diperalat oleh mereka para politikus, dan mari bersatu semua guru jangan mementingkan diri pribadi diatas golongan. Ingat pribahasa "Rawe-rawe rantas, malang-malang putung" bubarnya sebuah organisasi karena salah satu atau semuanya mudah menyerah dan takut menghadapi yang ada di depan.
Bila memperjuangkan nasib guru, jangan setengah-setengah atau hanya sekedar janji. Namun harus maksimal dan buktikan.